TEMPO.CO, Padang - Ranah Minang punya batik yang unik, batik tanah liek (tanah liat) namanya. Diberi nama demikian karena pewarnaan dari tanah liat. Salah satu tempat pembuatannya bisa ditemukan di Padang. Adalah Wirda Hanim, 66 tahun, yang memiliki usaha Batik Tanah Liek di Jalan Sawahan Dalam nomor 33 Padang itu.
Lantai dua rumahnya dijadikan tempat pembuatan batik, sedangkan di lantai satu dijadikan galeri batik. Di galerinya, ada beberapa lembar batik tanah liat di dalam lemari kaca yang besar. Batik ini dibuat dengan pewarnaan tanah liat dan pewarnaan alami dari tumbuhan. Lembaran kainnya halus, warnanya ada yang cokelat gelap, hitam, krem dan marun. Motif batik ada burung hong, kipas, ranting patah, daun, kuda terbang.
Motif-motif batik ini persis sama dengan motif batik yang ada di selendang-selendang tua milik bundo kanduang dan datuk-datuk (pemuka adat) di Kabupaten Tanah Datar, tempat asal Wirda Hanim. Usaha Wirda ini bermula pada 1993, saat ia mengikuti pesta adat di kampung asalnya, Kenagarian Sumani, Tanah Datar.
Di acara tersebut, ia melihat melihat beberapa datuk dan bundo kanduang memakai selendang batik tanah liat yang dalam bahasa Minang disebut “batik tanah liek”. Meski selendang tersebut sudah usang dan robek di sana-sini karena lapuk, namun mereka masih memakainya sebagai bagian dari pakaian adat tradisional Minangkabau.
”Mereka memakainya dengan sangat hati-hati, seperti menjaganya agar tidak robek, ada juga yang saya lihat sudah robek dan tetap dipakai,” kata Wirda. Rupanya, selendang batik itu warisan, dulunya berasal dari Cina. “Dan saya juga dapat cerita dari mereka, batik itu pewarnaannya dari tanah liat, dan itu masuk akal, karena warnanya sangat alami, dan pada masa lalu pewarnaan sintetis belum berkembang”.
Baca Juga: Wisata Edukasi Batik Jambi untuk Melestarikan Wastra Tradisional
Ia prihatin melihat selendang batik itu sudah langka, karena tidak ada lagi yang membuatnya. Setelah itu Wirda mulai mencari selendang batik tanah liat kuno yang masih tersimpan di rumah-rumah gadang. Ia juga mendatangi Nagari Pariangan, Di Tanah Datar yang dianggap sebagai Nagari tertua di Minangkabau. “Saya bawa sekodi payung, saya berikan buat orang yang menunjukkan saya jalan ke rumah pemilik selendang, dan juga pada pemilik selendang, ini cara kita berterimakasih di kampung,” paparnya.